KNIL
Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau KNIL adalah Tentara Kerajaan Hindia Belanda.
Angota KNIL yang Memegang Peranan Penting
Di antara mereka yang pernah menjadi anggota KNIL pada saat menjelang kemerdekaan, yang kelak memegang peranan penting dalam pengembangan dan kepemimpinan di dalam angkatan bersenjata Indonesia:
Mangkunegara VII
Sultan Hamid II
Oerip Soemohardjo
E. Kawilarang
A.H. Nasution
Gatot Soebroto
Didi Kartasasmita
T.B. Simatupang
Sejarah KNIL
Ketika berlangsung Perang Diponegoro, pada tahun 1826-1827 pemerintah Hindia Belanda membentuk satu pasukan khusus. Setelah Perang Diponegoro usai, pada 4 Desember 1830 Gubernur Jenderal van den Bosch mengeluarkan keputusan yang dinamakan “Algemeene Orders voor het Nederlandsch-Oost-Indische leger” di mana ditetapkan pembentukan suatu organisasi ketentaraan yang baru untuk Hindia Belanda, yaitu Oost-Indische Leger (Tentara India Timur) dan pada tahun 1836, atas saran dari Raja Willem I, tentara ini mendapat predikat “Koninklijk”.
Namun dalam penggunaan sehari-hari, kata ini tidak pernah digunakan selama sekitar satu abad, dan baru tahun 1933, ketika Hendrik Colijn –yang juga pernah bertugas sebagai perwira di Oost-Indische Leger- menjadi Perdana Menteri, secara resmi tentara di India-Belanda dinamakan Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, disingkat KNIL.
Undang-Undang Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah jajahan, sehingga tentara di Hindia Belanda hanya terdiri dari prajurit bayaran atau sewaan. Kebanyakan mereka berasal dari Perancis, Jerman, Belgia dan Swiss. Tidak sedikit dari mereka yang adalah desertir dari pasukan-pasukannya untuk menghindari hukuman. Namun juga tentara Belanda yang melanggar peraturan di Belanda diberikan pilihan, menjalani hukuman penjara atau bertugas di Hindia Belanda. Mereka mendapat gaji bulanan yang besar. Tahun 1870 misalnya, seorang serdadu menerima 300 Gulden atau setara dengan penghasilan seorang buruh selama satu tahun.
Dari catatan tahun 1830, terlihat perbandingan jumlah perwira, bintara serta prajurit antara bangsa Eropa dan pribumi dalam dinas ketentaraan Belanda. Di tingkat perwira, jumlah pribumi hanya sekitar 5% dari seluruh perwira; sedangkan di tingkat bintara dan prajurit, jumlah orang pribumi lebih banyak daripada jumlah bintara dan prajurit orang Eropa, yaitu sekitar 60%. Kekuatan tentara Belanda tahun 1830, setelah selesai Perang Diponegoro adalah 603 perwira bangsa Eropa, 37 perwira pribumi, 5.699 bintara dan prajurit bangsa Eropa, 7.206 bintara dan prajurit pribumi.
Pada tahun 1923 pasca perang Aceh, kekuatan KNIL mencakup 1.260 perwira dan 32.000 prajurit dan bintara (6000 orang dari Eropa, 15.000 orang dari suku Jawa, 1.500 orang dari suku Sunda, 1.000 orang dari Timor, serta 8.500 orang dari suku Minahasa dan Ambon)
Pada tahun 1941 menjelang perang pasifik dan invasi Jepang, kekuatan KNIL mencakup 1.200 perwira dan 34.000 prajurit dan bintara (28.000 diantaranya adalah bumiputra dengan bagian terbesar adalah berasal dari suku Jawa)
Perang Dunia II dan KNIL
Pasukan Belanda di Hindia Belanda sangat dilemahkan oleh kekalahan dan pendudukan Belanda itu sendiri, oleh Jerman Nazi, pada tahun 1940. Bantuan luar dari Belanda terhadap KNIL secara otomatis terputus, kecuali oleh satuan Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Pasukan KNIL, yang tergesa-gesa dan tidak memadai, berusaha untuk berubah menjadi kekuatan militer modern yang mampu melindungi Hindia Belanda dari invasi asing. Pada bulan Desember 1941, pasukan Belanda di Indonesia berjumlah sekitar 85.000 personel: pasukan reguler terdiri dari sekitar 1.000 perwira dan 34.000 tentara yang terdaftar, 28.000 orang di antaranya adalah pribumi. Sisanya terdiri dari milisi lokal, satuan penjaga teritorial dan pembantu sipil. Angkatan udara KNIL, Militaire Luchtvaart KNIL (Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda (ML-KNIL))[1] berjumlah 389 pesawat dari semua jenis, namun sebagian besar dikalahkan oleh pesawat-pesawat Jepang yang lebih superior. Pasukan Udara Angkatan Laut Kerajaan, atau MLD, juga memiliki kekuatan yang cukup signifikan di Hindia Belanda.[2]
Selama kampanye Hindia Belanda yang berlangsung pada tahun 1941 hingga 1942, sebagian besar satuan KNIL dan pasukan Sekutu lainnya dikalahkan dengan cepat.[3]Sebagian besar tentara Eropa, yang dalam praktiknya mencakup semua pria Indo-Eropa bertubuh sehat, diasingkan oleh pihak Jepang sebagai tawanan perang. 25% tawanan perang tidak bertahan dalam masa pengasingan mereka.
Sejumlah tentara, yang kebanyakan terdiri dari anggota pribumi, melakukan perang gerilya melawan Jepang. Peristiwa ini biasanya tidak diketahui dan tanpa dibantu oleh Sekutu sampai akhir perang.
Pada awal 1942, beberapa anggota KNIL melarikan diri ke Australia. Beberapa anggota pribumi diasingkan di Australia karena dicurigai bersimpati dengan Jepang. Sisanya memulai proses pengelompokan ulang yang panjang. Pada akhir tahun 1942, sebuah usaha yang gagal untuk mendarat di Timor Leste, untuk memperkuat pasukan komando Australia yang melakukan perang gerilya, berakhir dengan hilangnya 60 personel Belanda.
Empat skuadron “Hindia Belanda” (skuadron RAAF-NEI) dibentuk dari personel ML-KNIL, di bawah naungan Angkatan Udara Kerajaan Australia, dengan staf lapangan Australia.
Pasukan infanteri KNIL (mirip dengan rekan-rekan mereka di Britania Raya), diperkuat oleh perekrutan yang dilakukan di antara kaum ekspatriat Belanda di seluruh dunia dan oleh pasukan kolonial dari tempat yang jauh seperti Hindia Barat Belanda. Selama tahun 1944 hingga 1945, beberapa satuan kecil terlibat aksi dalam kampanye Nugini dan kampanye Borneo.
Organisasi KNIL
Panglima KNIL (Tahun 1941 – 1942) Letnan Jenderal Hein Ter Poorten
Group Militer Bandung dibawah pimpinan Mayor Jenderal JJ. Pesman.
Komando Tinggi Sumatera dipimpin Mayor Jenderal R.T. Overraker.
Komando Teritorial Kalimantan Barat dipimpin oleh Letnan Kolonel D.P.F. Mars
Komando Teritorial Kalimantan Selatan dan Timur dipimpin oleh Letnan Kolonel H.T. Halkema
Komando Lokal Balikpapan dipimpin oleh Letnan Kolonel C. Van den Hoogenband
Komando Lokal Tarakan dipimpin oleh Letnan Kolonel S. De Waal
Komando Lokal Samarinda dipimpin Kapten G.A.C. Monteiro
Komando Teritorial Sulawesi dipimpin oleh Kolonel M. Vooren
Komando Teritorial Timor dipimpin oleh Letnan Kolonel W.E.C. Detiger.
Komando Teritorial Maluku dipimpin oleh Letnan Kolonel J.L.R. Kapitz
Dinas Penerbangan Militer KNIL Surabaya dipimpin oleh Letnan Jenderal Ludolph Hendrik van Oyen.
Masyarakat Pribumi dan KNIL
Tahun 1936, jumlah pribumi yang menjadi serdadu KNIL mencapai 33 ribu orang, atau sekitar 71% dari keseluruhan tentara KNIL, di antaranya terdapat sekitar 4.000 orang Ambon, 5.000 orang Manado dan 13.000 orang Jawa.
Apabila meneliti jumlah perwira, bintara serta prajurit yang murni orang Belanda terlihat, bahwa sebenarnya jumlah mereka sangat kecil. Pribumi yang mencapai pangkat tertinggi di KNIL adalah Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo, yang tahun 1947 memimpin delegasi Belanda dalam perundingan di atas kapal perang AS Renville, yang membuahkan Perjanjian Renville. Seorang Indonesia, Sultan Hamid II dari Pontianak, yang dididik oleh dua perwira Inggris, mencapai pangkat Mayor Jenderal dalam posisi Asisten Politik Ratu Juliana.
Daftar Komandan KNIL
1815 – 1819 Mayjen. Carl Heinrich Wilhelm Anthing
1819 – 1819 Gub. Jenderal Godert van der Capellen
1819 – 1825 Mayjen. Hendrik Merkus de Kock
1822 – 1828 Mayjen. Josephus Jacobus van Geen
1828 – 1828 Letjen. Hendrik Merkus de Kock
1828 – 1828 Mayjen. Benjamin Bischoff
1829 – 1830 Letjen. H.M. de Kock
1830 – 1831 Gub. Jenderal Johannes van den Bosch
1830 – 1835 Letjen. Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers
1835 – 1847 Mayjen. Frans David Cochius
1847 – 1849 Mayjen. Jhr. Carel van der Wijck
1849 – 1849 Letjen. Andreas Victor Michiels
1849 – 1851 Letjen. Karl Bernhard dari Sachsen-Weimar-Eisenach
1851 – 1854 Mayjen. Gerhardus Bakker
1854 – 1858 Letjen. François Vincent Henri Antoine de Stuers
1858 – 1862 Letjen. Jan van Swieten
1862 – 1865 Letjen. Charles Pierre Schimpf
1865 – 1869 Letjen. Augustus Johannes Andresen
1869 – 1873 Letjen. Willem Egbert Kroesen
1873 – 1875 Letjen. Nicolaus Hans Willem Stumphuis Whitton
1875 – 1879 Letjen. Gillis Pieter de Neve
1879 – 1883 Letjen. Huibert Gerard Boumeester
1883 – 1887 Letjen. Karel Lodewijk Pfeiffer
1887 – 1889 Letjen. Anthonie Haga
1889 – 1893 Letjen. Theodoor Johan Arnold van Zijll de Jong
1893 – 1895 Letjen. Adriaan Rudolf Willem Gey van Pittius
1895 – 1897 Letjen. Jacobus Augustinus Vetter
1897 – 1900 Letjen. Lourens Swart
1900 – 1903 Letjen. Heribert Cornelis Pieter de Bruijn
1903 – 1903 Mayjen. Johan Cornelis van der Wijck
1903 – 1905 Letjen. Willem Boetje
1905 – 1907 Mayjen. J.C. van der Wijck
1907 – 1909 Letjen. Marinus Bernardus Rost van Tonningen
1909 – 1910 Letjen. Pieter Cornelis van der Willigen
1910 – 1914 Letjen. Gotfried Coenraad Ernst van Daalen
1914 – 1916 Letjen. Johan Pieter Michielsen
1916 – 1916 Letjen. Hendrik Christiaan Kronouer
1916 – 1918 Letjen. Walter Robert de Greve
1918 – 1920 Letjen. Cornelis Hendrik van Rietschoten
1920 – 1922 Letjen. Gerrard Kornelis Dijkstra
1922 – 1924 Letjen. Frans Jan Kroesen
1924 – 1926 Letjen. Karel Felix Eduard Gerth van Wijk
1926 – 1926 Letjen. Willem A. Blits
1926 – 1929 Letjen. Hermanus Leonardus La Lau
1929 – 1932 Letjen. Heinrich Adolf Cramer
1932 – 1935 Letjen. Johannes Cornelis Koster
1935 – 1939 Letjen. Murk Boerstra
1939 – 1941 Letjen. Gerardus Johannes Berenschot
1941 – 1942 Letjen. Hein ter Poorten
1943 – 1946 Letjen. Ludolph Hendrik van Oyen
1946 – 1949 Letjen. Simon Spoor
1949 – 1950 Letjen. Dirk Cornelis Buurman van Vreeden
Pembubaran KNIL
Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan. Berdasarkan keputusan kerajaan tanggal 20 Juli 1950, pada 26 Juli 1950 pukul 00.00, setelah berumur sekitar 120 tahun, KNIL dinyatakan dibubarkan. Berdasarkan hasil keputusan Konferensi Meja Bundar, mantan tentara KNIL yang jumlahnya diperkirakan sekitar 65.000 anggota 26.000 diantaranya masuk ke “Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat” (APRIS) dan harus diterima dengan pangkat yang sama. Beberapa dari mereka kemudian pada tahun 70-an mencapai pangkat Mayor Jenderal TNI.
Sisa tentara KNIL yang mayoritas berasal dari Ambon diperkirakan sekitar sebanyak 39.000 orang, mengambil opsi pensiun atau masuk ke dalam Angkatan Bersenjata Kerajaan Belanda dan bertugas di Papua ataupun Suriname. Beberapa diantara mereka terlibat dalam kontingen Belanda pada Perang Korea (1950 – 1953)
Bacaan Lainnya
- Ada 5 Tingkat Kepangkatan Jenderal di Indonesia
- Sejarah Nusantara – Kronologi Dari Zaman Prasejarah Sampai Sekarang
- Sejarah Palang Merah Indonesia (PMI)
- Sistem Politik di Dunia | Bentuk Pemerintahan
- Elit Politik | Elit dan Kepemimpinan Politik | Penjelasan dan Contoh
Sumber bacaan: Indonesia Investments, Mad Monarchist, Global Security
Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing