Kerusuhan Mei 1998 di Indonesia
Adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998. Khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan Mei 1998 hingga saat ini masih belum 100% terusut tuntas.
Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana 4 mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Dan penurunan jabatan Presiden Soeharto.
Kerusuhan-kerusuhan ini terjadi dalam konteks Krisis Keuangan Asia, di mana kekurangan pangan dan tingkat pengangguran yang besar menyebabkan keresahan masyarakat yang meluas di beberapa pusat kota di seluruh nusantara.
Tanggal: 4–8 dan 12–15 Mei 1998.
Lokasi kerusuhan Mei 1998: kerusuhan utama terjadi di: Medan, Jakarta dan Surakarta.
Sebab: kritik terhadap pemerintah Orde Baru dan keruntuhan ekonomi akibat dari krisis finansial Asia 1997.
Hasil: pengunduran diri Presiden Soeharto dan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan di bawah pimpinan B. J. Habibie.
Pada kerusuhan Mei 1998 ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Solo. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang terbunuh, terluka, mengalami pelecehan seksual, penderitaan fisik dan batin serta banyak warga keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.
Kerusuhan mei 1998 – Kerusuhan Rasial Terhadap Etnis Tionghoa di Indonesia – Kisah Mengerikan!
Seperti yang dirilis dari Wikipedia dan beberapa sumber:
Pada kerusuhan Mei 1998 ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.
Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis.
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan “Milik pribumi” atau “Pro-reformasi”. Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, namun pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.
Hingga saat ini, belum ada data resmi mengenai jumlah pasti orang yang tewas, luka parah, cacat permanen dan diperkosa ketika Jakarta dilanda kekacauan total selama beberapa hari 13-15 Mei.
Namun, data yang dikumpulkan dalam laporan oleh tim pencari fakta gabungan cukup mengejutkan karena perkiraan besar-besaran jumlah korban.
Menurut Komando Militer Jakarta, 463 orang tewas dan 69 luka-luka. Sementara menurut Divisi Kekerasan terhadap Perempuan dari Tim Sukarelawan untuk Kemanusiaan, yang membantu melakukan misi pencarian fakta, jumlah korban pemerkosaan berjumlah 152; 20 di antaranya meninggal sebagai hasilnya.
Kerusuhan Mei 1998 dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, dan entitas yang bertanggung jawab adalah mantan pemerintahan Presiden Orde Baru Soeharto, terutama militer dan polisi yang bertanggung jawab atas keamanan pada saat itu.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak keturunan Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat?
Pengusutan dan penyelidikan pasca kerusuhan rasial terhadap etnis Etnis Tionghoa di Indonesia (Mei 1998)
Tidak lama setelah kejadian kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa berakhir, dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah ini. TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan “Laporan TGPF”
Mengenai pelaku provokasi, pembakaran, penganiayaan, dan pelecehan seksual, TGPF menemukan bahwa terdapat sejumlah oknum yang berdasar penampilannya diduga berlatar belakang militer. Sebagian pihak berspekulasi bahwa Pangab saat itu (Wiranto) dan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin melakukan pembiaran atau bahkan aktif terlibat dalam provokasi kerusuhan ini.
Pada 2004 Komnas HAM mempertanyakan kasus ini kepada Kejaksaan Agung namun sampai 1 Maret 2004 belum menerima tanggapan dari Kejaksaan Agung.
Baca juga: Penggolongan HAM (Hak Asasi Manusia) dan Contohnya
Penuntutan Amendemen KUHP
Pada bulan Mei 2010, Andy Yentriyani, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), meminta supaya dilakukan amendemen terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menurut Andy, Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur tindakan perkosaan berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan.
Namun pada kasus Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu (data Tim Pencari Fakta Tragedi Mei 1998), disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam, anal dan oral. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal perkosaan Kitab UU Hukum Pidana.
Bacaan Lainnya
- Kerusuhan Banjarmasin 23 Mei 1997 – Jum’at Kelabu – Bermula dari kampanye politik, kerusuhan itu berkembang jadi sentimen agama dan etnis
- Sejarah Nusantara: Kronologi Dari Zaman Prasejarah Sampai Sekarang
- Freeport Indonesia – Konflik Papua -Fakta Tambang Emas Freeport Tentang Rahasia yang Gelap dan Kotor
- Hukum Karma | 12 Hukum Yang Dapat Merubah Hidup Anda | Karma Berlaku!
- Jakarta Ibu Kota Indonesia – Lahir Pada Tanggal 22 Juni 1527
- Sistem Politik di Dunia | Bentuk Pemerintahan
- Elit Politik | Elit dan Kepemimpinan Politik | Penjelasan dan Contoh
- Tragedi Ratu Inggris Anne Boleyn Dihukum Mati Karena Berselingkuh – Apakah dia bersalah?
Sumber bacaan: New Mandala, Wikipedia, Wikipedia (Inggris), Tionghoa.info, New York Times, SCMP, The Jakarta Post, Asia Week, Federation of American Scientists, Reuters, Slate, CNN Indonesia (Secuil Cerita Kerusuhan dan Pemerkosaan di Glodok 1998), CNN Indonesia (Deretan Kisah Mengerikan Pemerkosaan Massal Mei 1998), BBC, Jakarta Globe, Inside Indonesia, Liputan6 Vice, The Diplomat, HRW (Human Rights Watch), Liputan 6, The Jakarta Post (2)
Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing
Jangan sampai tragedi ini terulang kembali!
Kejahatan dan kekejaman ini seharusnya diusut sampai tuntas dan sampai keakar-akarnya…