Gelar Bangsawan Yogyakarta dan Surakarta
Ini adalah daftar gelar bangsawan Yogyakarta dan Surakarta yang biasa digunakan di keraton Surakarta dan Yogyakarta, termasuk di keraton Mangkunegaran dan Pakualaman. Sebagai simbol dan pusat kebudayaan Jawa, penguasa kedua keraton ini tetap dijunjung tinggi dalam masyarakat Jawa dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Keluarga Pangeran masih dikenal dengan gelar bangsawan mereka. Banyak orang yang memiliki hubungan keluarga jauh dengan Istana juga menggunakan gelar bangsawan, yang terkadang dimasukkan dalam daftar resmi nama tersebut. Abdi dalem dengan perawakan terpandang juga diberikan gelar. Penguasa juga masih memberikan gelar kepada orang-orang tertentu yang dianggap membantu dalam menjaga tradisi Jawa dan martabat istana, bahkan kepada orang non-Jawa.
Karena Indonesia bukan negara monarki, Pemerintah Indonesia tidak menganugerahkan gelar bangsawan apa pun kepada warganya. Namun, gelar bangsawan masih diakui secara resmi berbeda dari nama pribadi. Hal ini kontras dengan situasi di Jerman atau Austria, di mana nama pribadi dipaksa untuk digunakan setelah penghapusan monarki. Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 25 tahun 2011 adalah salah satu contoh peraturan negara yang mengakui dan mengatur penggunaan gelar kebangsawanan dalam pemerintahan Indonesia. Bahkan Wakil Presiden RI kedua (1973-1978) yang juga Sultan Yogyakarta dikenal secara resmi dengan nama pemerintahannya, Hamengkubuwono IX.
Daftar ini dibuat untuk membantu pembaca dari latar belakang non-Jawa untuk membedakan gelar bangsawan dari nama pribadi individu yang umumnya hanya dikenal dengan gelar bangsawannya. Contohnya adalah Raden Adjeng (R.A.) Kartini, Raden Panji (R.P.) Soeroso, dan M.T. (Mas Tirtodharmo) Haryono.
Judul gelar bangsawan Yogyakarta dan Surakarta untuk Pria
- Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan – SIKS
- Kanjeng Pangeran Adipati Arya – KPAA
- Kanjeng Gusti Pangeran Harya – KGPH
- Gusti Bendara Pangeran Harya – GBPH
- Kanjeng Pangeran Harya – KPA
- Kanjeng Raden Harya – KRA
- Kanjeng Raden Haryå Tumenggung – KRHT
- Raden Mas – RM (gelar kebangsawanan Jawa yang otomatis melekat pada seorang laki-laki keturunan ningrat dari keturunan kedua hingga ketujuh dari raja/pemimpin yang terdekat (secara silsilah) yang pernah memerintah)
- Raden – R (gelar umum bagi para bangsawan Jawa)
- Mas – M (Mas: gelar untuk bangsawan kecil laki-laki)
- Raden Ngabehi – RNg (para pegawai keraton yang memperoleh gelar ini biasanya adalah mereka yang berkiprah di bidang pemerintahan sebagai guru, dokter, lurah, camat dan birokrat. Apabila seseorang yang bergelar ngabehi itu merupakan keturunan raja, sultan, sunan, adipati atau bupati, maka di depan namanya akan ditambah gelar raden)
- Raden Panji – RP (varian gelar kebangsawanan pria dalam tradisi feodal struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik Jawa. Gelar ini dipakai di sebagian wilayah Jawa Timur untuk keluarga bupati-bupati daerah vasal Kesultanan Mataram, seperti Besuki dan Pasuruan. Jabatan bupati di wilayah-wilayah itu diwariskan cara turun-temurun. Setelah wilayah-wilayah ini berada di bawah administrasi pemerintah kolonial, gelar tersebut tetap dipakai hingga berakhirnya masa penjajahan.)
- Raden Tumenggung – RT
- Tumenggung – T (gelar tambahan yang digunakan oleh bangsawan yang memegang jabatan Kabupaten)
Lukisan potret Pakubuwana VII, Raden Mas Malikis Solikin. Tempat tidak diketahui, 1880-1910. Collectie SPAARNESTAD PHOTO/NA/Anefo, CC BY-SA 3.0 NL, via Wikimedia Commons
Baca juga: Wisata Jogja (Yogyakarta)
Judul untuk Wanita
- Gusti Kanjeng Ratu – GKR (Istri dari Raja)
- Bendara Raden Ayu – BRAy (anak perempuan dari selir yang sudah dinikahkan sementara yang belum menikah disebut Bendara Raden Ajeng)
- Raden Ayu – RAy (digunakan oleh bangsawan wanita yang sudah menikah)
- Raden Adjeng – RA (digunakan oleh bangsawan wanita yang belum menikah)
- Raden Rara – RRr (Raden Roro: gelar yang digunakan oleh wanita lajang yang lebih rendah dari Raden Ajeng dan/atau Raden Ayu)
- Raden Nganten: gelar yang digunakan oleh wanita yang sudah menikah lebih rendah dari Raden Ajeng dan/atau Raden Ayu
- Rara – Rr
- Nyai Mas Tumenggung
Kirab (iring-iringan) pernikahan Gusti Kanjeng Ratu Hayu dan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro. Wiryono, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons
Keluarga pangeran
- Susuhunan atau Sunan: gelar ini berarti “yang disembah”, dan dapat diterjemahkan sebagai “berdaulat”. Ini adalah gelar penguasa Surakarta di Jawa Tengah.
- Sultan: pangeran Jawa pertama yang mengambil gelar ini adalah Pangeran Mangkubumi, yang memperoleh dari VOC pembagian kerajaan Mataram menjadi dua selama Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, di mana ia menerima setengahnya. Ia kemudian menyandang gelar Sultan Hamengkubuwono (“yang membawa dunia di dadanya”) dan mendirikan istananya di Yogyakarta, 65 km dari Surakarta. Ada empat kesultanan lain di Jawa, semuanya berada di kota Cirebon.
- Pangeran: gelar ini, yang dapat diterjemahkan sebagai “pangeran”, menunjuk baik anggota laki-laki dari keluarga kerajaan, atau penguasa dua istana pangeran “kecil” Mangkunegaran di Surakarta dan Palualaman di Yogyakarta. Namun, satu keluarga bangsawan priyayi, Djajadiningrat Banten, dianugerahi gelar Pangeran.
- Raden: gelar ini, dikenakan sendiri, menunjukkan kualitas bangsawan sejak lahir, apakah itu garis kerajaan atau hanya priyayi. Disertai dengan berbagai istilah, Raden kemudian menentukan apakah itu pria atau wanita, orang berdarah bangsawan atau bukan, dan untuk “bangsawan”, gelar dalam hierarki pangeran.
Keluarga Priyayi
Di Hindia Belanda, pemegang jabatan menyandang gelar Raden diikuti dengan kata yang menunjukkan jabatannya: Raden Adipati dan Raden Tumenggung untuk bupati, Raden Rangga untuk wedana.
Saat ini, gelar Raden masih diberikan oleh pengadilan Surakarta dan Yogyakarta kepada orang-orang yang pantas, biasanya dalam bentuk Kanjeng Raden Tumenggung.
Tokoh orang Jawa terkenal; dari atas ke bawah: baris atas: Raden Wijaya, Tribhuwana Wijayatunggadewi, Gajah Mada, Diponegoro, Raden Saleh. baris tengah: Pakubuwono X, Kartini, Sukarno, Suharto, Sudirman, baris bawah: Sri Mulyani Indrawati, Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, Dian Sastrowardoyo. derivative work: Gunkarta, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons
Ejaan Gelar cara menulis dan cara membaca
Perbedaan cara menulis dan cara membaca antara Bahasa Jawa dalam Aksara Jawa dengan Bahasa Jawa dalam Aksara Latin mengakibatkan variasi cara menulis gelar atau jabatan:
- Ajeng ditulis sebagai Hajeng.
- Ayu ditulis sebagai Hayu.
- Bok dibaca sebagai mBok.
- Bandara dibaca sebagai Bendara atau Bendoro.
- Harya dibaca sebagai Haryo atau Arya atau Aryo.
- Kaliwon dibaca sebagai Keliwon atau Kliwon.
- Kangjeng dibaca sebagai Kanjeng.
- Kyai ditulis sebagai Kyahi.
- Nyai ditulis sebagai Nyahi.
- Rara dibaca sebagai Roro.
- Riya dibaca sebagai Riyo.
- Rongga dibaca sebagai Rangga atau Ronggo.
- Wadana dibaca sebagai Wedana atau Wedono.
Sejarah Kerajaan Majapahit (1293-1500) – Dari Awal Sampai Jatuhnya
Bacaan Lainnya
- Tempat Wisata Yang Harus Dikunjungi Di Tokyo – Top 10 Obyek Wisata Yang Harus Anda Kunjungi
- Cara Membeli Tiket Pesawat Murah Secara Online Untuk Liburan Atau Bisnis
- Tibet Adalah Provinsi Cina – Sejarah Dan Budaya
- Puncak Gunung Tertinggi Di Dunia dimana?
- TOP 10 Gempa Bumi Terdahsyat Di Dunia
- Apakah Matahari Berputar Mengelilingi Pada Dirinya Sendiri?
- Test IPA: Planet Apa Yang Terdekat Dengan Matahari?
- 10 Cara Belajar Pintar, Efektif, Cepat Dan Mudah Di Ingat – Untuk Ulangan & Ujian Pasti Sukses!
- TOP 10 Virus Paling Mematikan Manusia
Unduh / Download Aplikasi HP Pinter Pandai
Respons “Ooo begitu ya…” akan lebih sering terdengar jika Anda mengunduh aplikasi kita!
Siapa bilang mau pintar harus bayar? Aplikasi Ilmu pengetahuan dan informasi yang membuat Anda menjadi lebih smart!
Sumber foto utama: Wiryono (CC BY-SA 4.0) via Wikimedia Commons
Penjelasan foto utama: Hamengkubawana X (Raden Mas Herjuno Darpito) dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengikuti kirab pernikahan putri keempatnya, Hayu dengan Notonegoro.
Pinter Pandai “Bersama-Sama Berbagi Ilmu”
Quiz | Matematika | IPA | Geografi & Sejarah | Info Unik | Lainnya | Business & Marketing